Rabu, 18 Juni 2014

Belajar di TPQ


Belajar ILMU TAJWID Bersama TPQ MASJID AL-HIDAYAH






MAKALAH TAJWID
    Download Here

TAHRIJH HADITS


                       MAKALAH TAHRIJH HADITS tentang TALQIN MAYIT
                                                 Download Here




  

Makalah Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi Pembelajaran
BAB1
PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang.
Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.  Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses berfikir. Kedua , dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa , yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. Proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan oleh siswa baik didalam maupun diluar kelas, dan dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa diharapkan mereka mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman- temannya secara baik dan bijak.
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu.  Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan tentang pengertian evaluasi pembelajaran ?
2.      Menjelaskan tentang adanya evaluasi pembelajaran ?
3.      Menjelaskan tentang jenis evaluasi pembelajaran ?
4.      Menjelaskan tentang Pengertian Teknik Evaluasi Pembelajaran ?
5.      Menjelaskan tentang Teknik Evaluasi Pembelajaran ?
6.      Menjelaskan tentang Penggolongangan Teknik Evaluasi pembelajaran
C.    Tujuan Masalah
1.      Dapat Menjelaskan tentang pengertian evaluasi pembelajaran
2.      Dapat Menjelaskan tentang adanya evaluasi pembelajaran
3.      Dapat Menjelaskan tentang jenis evaluasi pembelajaran
4.      Dapat Menjelaskan tentang Pengertian Teknik Evaluasi Pembelajaran
5.      Dapat Menjelaskan tentang Teknik Evaluasi Pembelajaran
6.      Dapat Menjelaskan tentang Penggolongangan Teknik Evaluasi pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Evaluasi
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.  Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan informasi secara sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran. Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu.
Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi. Evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran.
B.     Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses, hasil dan outcom.
Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan. Tujuan dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap peserta didik. Informasi kedua hal tersebut pada gilirannya sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran.
C.     Jenis – Jenis Evaluasi Pembelajaran
1.      Jenis Evaluasi Berdasarkan Tujuan
a.       Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnosis adalah evaluasi ditujukan untuk menelaah  kelemahan – kelemahan siswa beserta faktor penyebabnya.
b.      Evaluasi Selektif
Evaluasi Selektif adalah evaluasi yang di gunakan untuk memilih siswa yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu
c.       Evaluasi Penempatan
Evaluasi Penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa
d.      Evaluasi Formatif
Evaluasi Formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar  
e.       Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif adalah Evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan bekerja siswa.
2.      Jenis Evaluasi berdasarkan sasaran
a.       Evaluasi Konteks
Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam perencanaan
b.      Evaluasi Input
Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
c.       Evaluasi Proses
Evaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya.
d.      Evaluasi Hasil atau Produk
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan.
e.       Evaluasi Outcom Atau Lulusan
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut, yankni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.
3.      Jenis Evalusi Berdasarkan Lingkup Kegiatan Pembelajaran
a.       Evaluasi Program Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspek-aspek program pembelajaran yang lain.
b.      Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara proses pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
c.       Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik.
4.      Jenis Evaluasi Berdasarkan Objek Dan Subjek Evaluasi
a.       Berdasarkan Objek
1). Evaluasi Input
Evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, sikap, keyakinan.
2). Evaluasi Transformasi
Evaluasi terhadao unsur-unsur transformasi proses pembelajaran antara lain materi, media, metode dan lain-lain.
3). Evaluasi output
Evaluasi Terhadap Lulusan Yang Mengacu Pada Ketercapaian Hasil
b.      Pembelajaran Berdasarkan Subjek
1). Evaluasi internal
Evaluasi yang dilakukan oleh orang dalam sekolah sebagai evaluator, misalnya guru.
2). Evaluasi eksternal
Evaluasi yang dilakukan oleh orang luar sekolah sebagai evaluator, misalnya orangtua, masyarakat.
Sesuai dengan pengertian evaluasi, sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan beberapa instrumen dan hasilnya, dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Artinya, dalam mengambil langkah untuk melaksanakan evaluasi, tentunya diperlukan pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu objek dengan terus menerus diadakan instrumen-instrumen yang kemudian dengan hasil instrumen tersebut diharapkan akan memperoleh sebuah kesimpulan.
Pelaksanaan evaluasi demikian sesuai dengan anjuran baginda Rosulullah dalam sabda Beliau yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut :
عن إسماعيل بن رجاء عن أبيه عن أبي سعيد وعن قيس بن مسلم عن طارق بن شهاب عن أبي سعيد الخدري قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
Artinya : “ dari Ismail bin Roja’ dari bapaknya dari abu sa’id dan qois bin muslim dari thoriq bin syihab dari abu sa’id al khudri berkata : Rosulullah saw bersabda : barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya apabila belum bisa, maka dengan lidahnya, apabila belum juga bisa maka dengan hatinya, dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Imam Muslim)
Hadits diatas memperjelas kita tentang bagaimana terjadinya beberapa instrument-instrumen evaluasi. Evaluasi dilaksanakan hendaknya berulang-ulang. Sampai pada tingkat yang paling rendah misalnya dalam sebuah evaluasi belajar adalah adanya remidi yang notabene dari pelaksanaan remidi tersebut diharapkan dapat membuahkan hasil pada peserta didik walaupun tingkat/kadar soal yang disampaikan diturunkan kwalitasnya.
Manfaat dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran pada beberapa hal, diantaranya yang penting adalah:
1.      Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah berlangsung dilaksanakan oleh pengajar.
2.      Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran.
3.      Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya meningkatkan kualitas keluaran.
Dengan dilaksanakan evaluasi pembelajaran, maka tujuan, sasaran, subjek, objek, kegiatan dan hasil pembelajaran dapat diketahui secara maksimal dan dapat dipertanggungjawabkan. Serta sebagai bukti bahwa pelaksanaan pembelajaran sudah sampai batas akhir dari sebuah periode pembelajaran.
D.    Pengertian Teknik Evaluasi Pembelajaran
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan dalam mengevaluasi hasil belajar. Sedangkan yang dimaksud evaluasi hasil belajar ekonomi adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengevaluasi proses hasil belajar mengajar studi ekonomi.
Menurut Bukhori dalam (Arikunto, 2002:32) “tes adalah suatu percobaan yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid”.
Menurut Arikunto (2002:31) terdapat dua lat evaluasi yakni teknik tes dan non tes. Teknik tes menurut Indrakusuma dalam (Arikunto, 2002:32) adalah “suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang di inginkan seseorang dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat”.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas tiga macam tes, yakni tes formatif, dan tes sumatif (Arikunto, 2002:33). Tes yang baik harus memiliki veliditas, reabilitas, objektivitas, praktibilitas, dan ekonomis. Sedangkan teknik evaluasi selanjutnya adalah teknik non tes, menurut Arikunto (2002:26) “teknik non tes meliputi skala bertingkat, kuisioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan, dan riwayat hidup”.
Dari pengertian di atas yang dimaksud tes adalah cara penilaian yang komprehensif seseorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi program atau tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat lain tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.

E.     Tehnik Evaluasi Pembelajaran.
1.      Teknik-Teknik untuk Menilai Pengetahuan
Evaluasi akhir pengajaran terhadap ketercapaian tujuan-tujuan aspek pengetahuan (knowledge) perlu dilakukan secara terpisah. Untuk menguji pengetahuan dapat digunakan pengujian sebagai berikut.
a.       Teknik penilaian aspek pengenalan (recognition)
Caranya, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan bentuk pilihan berganda, yang menuntut siswa agar dapat melakukan identifikasi tentang fakta, defenisi, dan contoh-contoh yang betul (correct)
b.      Teknik penilaian aspek mengingat kembali (recall)
Caranya, dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka-tertutup langsung untuk mengungkapkan jawaban-jawaban yang unik.
c.       Teknik penilaian aspek pemahaman (comprehension)
Caranya, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut identifikasi terhadap pernyataan-pernyataan yang betul dan yang keliru, konklusi, atau klasifikasi, dengan daftar pertanyaan matcing (menjodohkan) yang berkenaan dengan konsep, contoh, aturan, penerapan, langkah-langkah dan urutan dengan pertanyaan bentuk essay (open ended) yang menghendaki uraian, perumusan kemnbali dengan kata-kata sendiri dan contoh-contoh.
2.       Teknik Evaluasi Akhir Pengajaran
 Teknik-teknik evaluasi dilaksanakan pada akhir pengajaran yang mencakup evaluasi terhadap perilaku keterampilan (skilled performance) dan evaluasi terhadap aspek pengetahuan (knowledge). Perilaku keterampilan meliputi keterampilan kognitif, afektif, psikomotorik, reaktif, serta interaktif. Pengetahuan meliputi aspek-aspek pengenalan (recognition), ingatan (recall), dan pemahaman (comprehension).

F.      Penggolongangan Teknik Evaluasi pembelajaran
Teknik evaluasi digolongkan menjadi 2 yaitu teknik tes dan teknik non Tes.
1. teknik non tes meliputi ; skala bertingkat, kuesioner,daftar cocok, wawancara, pengamatan, riwayat hidup.
a.          Rating scale atau skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angak diberikan secara bertingkat dari anggak terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
b.         Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan kuesiioner tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota keluarganya. Dan bila ditinjau dari segi cara menjawab maka kuesioner terbagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai. Sedangkan kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan jawaban dan pendapat nya secara terperinci sesuai dengan apa yang ia ketahui.
c.          Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai.
d.         Wawancara, suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informsi yang hendak digali. wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu pertama, wawancara bebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh pewawancara. Kedua adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara telah menyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab pada informsi-informasi yang diperlukan saja.
e.          Pengamatan atau observasi, adalah suatu teknik yang dilakuakn dengan mengamati dan mencatat secara sistematik apa yang tampak dan terlihat sebenarnya. Pengamatan atau observasi terdiri dari 3 macam yaitu : (1) observasi partisipan yaitu pengamat terlibat dalam kegiatan kelompok yang diamati. (2) Observasi sistematik, pengamat tidak terlibat dalam kelompok yang diamati. Pengamat telah membuat list faktor faktor yang telah diprediksi sebagai memberikan pengaruh terhadap sistem yang terdapat dalam obejek pengamatan.
f. Riwayat hidup, evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut.
2. Teknik tes. Dalam evaluasi pendidikan terdapat 3 macam tes yaitu :
a. tes diagnostik
b. tes formatif
c. tes sumatif
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1. Evaluasi pengajaran, yaitu:
a.       Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis.
b.      Di dalam kegiatan evaluasi diperlukan sebagai informasi atau data.
c.       Setiap kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tujuan-tujuan pengajaranyang hendak dicapai.
2. Evaluasi yang kita lakukan paling sedikit harus memiliki 3 (tiga) syarat umum,yaitu kesahihan, keterandalan, dan kepraktisan.
3. Fungsi evaluasi antara lain adalah:
a.    Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa.
b.    Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
c.    Untuk keperluan bimbingan dan konseling.
d.   Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah.
4. Teknik yang digunakan dalam evaluasi secara umum terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu teknik non tes dan teknik tes.

Makalah Masail Fiqhiyah

Makalah Kepemimpinan Wanita


KEPEMIMPINAN WANITA
Makalah di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ Masail Fiqhiyah “


Disusun Oleh :
  LIA NUR MACHMUDA 
   
Dosen pembimbing:
KHOZAINUL ULUM M.HI

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAM ISLAM (STAI)
 AL-AZHAR MENGANTI - GRESIK
2014



DAFTAR ISI





                                                                     KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kepemimpinan Wanita “. Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok pada mata kuliah Masail Fiqhiyah  semester Enam A.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa proses penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kami tunjukkan kepada :
1.    Khozainul Ulum M.HI  selaku dosen pengampu mata kuliah Masail Fiqhiyah
2.    Teman satu kelompok yang telah bekerja sama dalam penyusunan makalah  ini.
3.    Semua pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian tugas makalah ini.
Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca kami harapkan untuk menyempurnakan penyusunan makalah selanjutnya di waktu mendatang.
            Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.
                                                                                   
                                                                                            Gresik, 7 Juni 2014

                                                                        Penulis



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Berbicara tentang sebuah kepemimpinan, khususnya mengenai kepemimpinan Islam adalah merupakan suatu masalah yang sangat menarik untuk dikaji. Karena berawal dari adanya sebuah system kepemimpinan yang baik, maka akan dapat terwujud sebuah tatanan masyarakat yang baik pula.
Sejak 14 abad yang silam, al-Qur’an telah menghapuskan berbagai macam diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, al-Qur’an memberikan hak-hak kepada kaum perempuan sebagaimana hak-hak yang diberikan kepada kaum laki-laki. Diantaranya dalam masalah kepemimpinan Islam telah memberikan hak kepada perempuan seperti yang diberikan Islam kepada laki-laki, demikian pula Islam memikulkan kewajiban kepada perempuan seperti yang dipikulkan Islam kepada laki-laki, kecuali hak atau kewajiban yang dikhususkan Islam untuk laki-laki berdasarkan dalil-dalil syara’.
Pada zaman kemajuan sekarang ini, para wanita ikut serta mengambil bagian hampir pada semua lapangan kegiatan atau pekerjaan. Di Indonesia (terutama), ada wanita yang menjadi menteri, pimpinan perusahaan, polisi, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, pegawai Negeri dan menjadi buruh serta pembantu rumah tangga.
Para wanita telah ikut secara aktif, membangun rumah tangga masyarakat dan negara. Malahan ada yang kita lihat agak berlebihan, karena wanita lebih banyak memegang peranan dalam membayai rumah tangga. Pada sebagian daerah ada wanita yang mencari nafkah, meninggalkan kampung halaman, sedangkan suaminya tinggal mengurus anak-anak, dan sawah ladang andaikan punya. Demikianlah, hampir semua lapangan pekerjaan dimasuki juga oleh para wanita.
4
Timbul suatu pertanyaan, apakah semua kegiatan atau pekerjaan itu dikerjakan dengan ikhlas, dan karena ada dorongan dari dalam diri mereka sebagai bukti terhadap keluarga, masyarakat dan negara? Bisa saja karena sebab lain, karena keadaan yang  memaksa. Biaya hidup dalam rumah tangga tidak dapat tertanggulangi, karena pendapatan suami tidak memadai. Boleh jadi juga, karena di telinga mereka terngiang-ngiang suara persamaan hak antara pria dan wanita.
Dalam makalah berikut ini akan dibahas mengenai kepemimpinan wanita dalam pandangan islam.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Pengertian Kepemimpinan Menurut Islam ?
2.      Apa Pengertian Wanita dalam pandangan Islam ?
3.      Apa Hukum Islam terhadap Kepemimpinan Wanita ?

C.    Tujuan

1.      Untuk Memahami  Pengertian Kepemimpinan Menurut Islam
2.      Untuk Memahami  Pengertian Wanita dalam pandangan Islam
3.      Untuk Memahami  Hukum Islam terhadap Kepemimpinan Wanita



BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kepemimpinan Menurut Islam

Imamah atau kepemimpinan Islam adalah konsep yang tercantum dalam al Qur’an dan as-Sunnah, yang meliputi kehidupan manusia dari pribadi, berdua, keluarga bahkan sampai umat manusia atau kelompok. Konsep ini mencakup baik cara-cara memimpin maupun dipimpin demi terlaksananya ajaran Islam untuk menjamin kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat sebagai tujuannya.[1]
Kepemimpinan Islam, sudah merupakan fitrah bagi setiap manusia yang sekaligus memotivasi kepemimpinan yang Islami. Manusia di amanahi Allah untuk menjadi khalifah Allah ( wakil Allah )di muka bumi. Allah berfirman dalam Al- Qur’an Surat Al- Baqarah ayat 30 :
Artinya : ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
6
Yang bertugas merealisasikan misi sucinya sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta. Sekaligus sebagai abdullah ( hamba Allah ) yang senantiasa patuh dan terpanggil untuk mengabdikan segenap dedikasinya di jalan Allah.  Sabda Rasulullah “setiap kamu adalah pemimpim dan tiap-tiap pemimpin dimintai pertanggungjawabannya (responsibelitiy-nya)”. Manusia yang diberi amanah dapat memelihara amanah tersebut dan Allah telah melengkapi manusia dengan kemampuan konsepsional atau potensi ( fitrah ) serta kehendak bebas untuk menggunakan dan memaksimal potensi yang dimilikinya.
Oleh sebab itu, menurut konsep islam, semua orang adalah pemimpin. Dan setiap orang harus mempertanggungjawabkan tindakanya kepada sesamanya di dunia dan kepada Tuhan kelak di akhirat.[2]
Konsep amanah yang diberikan kepada manusia sebagai khalifal fil ardli menempati posisi senteral dalam kepemimpinan Islam. Logislah bila konsep amanah kekhalifahan yang diberikan kepada manusia menuntut terjalinannya hubungan atau interaksi yang sebaik-baiknya antara manusia dengan pemberi amanah (Allah), yaitu:
1.      Mengerjakan semua perintah Allah,
2.      Menjauhi semua larangan-Nya,
3.      Ridha (ikhlas) menerima semua hukum-hukum atau ketentuan-Nya. Selain hubungan dengan pemberi amanah (Allah), juga membangun hubungan baik dengan sesama manusia serta lingkungan yang diamanahkan kepadanya
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 112

Artinya : Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia[3],dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu [4] karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu [5]  disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.
Tuntutannya, diperlukan kemampuan memimpin atau mengatur hubungan vertical manusia dengan Sang Pemberi (Allah) amanah dan interaksi horizontal dengan sesamanya.
Jika kita memperhatikan teori-teori tentang fungsi dan peran seorang pemimpin yang digagas dan dilontarkan oleh pemikir-pemikir dari dunia Barat, maka kita akan hanya menemukan bahwa aspek kepemimpinan itu sebagai sebuah konsep interaksi, relasi, proses otoritas maupun kegiatan mempengaruhi, mengarahkan dan mengkoordinasi secara horizontal semata. Konsep Islam, kepemimpinan sebagai sebuah konsep interaksi, relasi, proses otoritas, kegiatan mempengaruhi, mengarahkan dan mengkoordinasi baik secara horizontal  maupun vertikal. Kemudian, dalam teori-teori manajemen, fungsi pemimpin sebagai perencana dan pengambil keputusan (planning and decision maker), pengorganisasian (organization), kepemimpinan dan motivasi (leading and motivation), pengawasan (controlling) dan lain-lain.
Uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa, kepemimpinan Islam adalah suatu proses atau kemampuan orang lain untuk mengarahkan dan memotivasi tingkah laku orang lain, serta ada usaha kerja sama sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama.
Dalam Islam, kepemimpinan sering dikenal dengan perkataan khalifah yang bermakna “wakil”. Mustafa al-Maraghi, mengatakan khalifah adalah wakil Tuhan di muka bumi (khalifah fil ardli). Rasyid Ridla al-Manar, menyatakan khalifah adalah sosok manusia yang dibekali kelebihan akal, pikiran dan pengetahuan untuk mengatur. Istilah atau  perkataan khalifah ini, mulai popular digunakan setelah Rasulullah saw wafat.[6] Dalam istilah yang lain, kepemimpinan juga terkandung dalam pengertian “Imam”, yang berarti pemuka agama dan pemimpin spritual yang diteladani dan dilaksanakan fatwanya. Ada juga istilah “amir”, pemimpin yang memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur masyarakat. Dikenal pula istilah “ulil amir” (jamaknya umara) yang disebutkan dalam surat An –Nisa ayat 59 :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Yang bermakna penguasa, pemerintah, ulama, cendekiawan, pemimpin atau tokoh masyarakat yang menjadi tumpuan umat. Dikenal pula istilah wali yang disebutkan dalam surat al-Maidah ayat 55. Dalam hadis Nabi dikenal istilah ra’in yang juga diartikan pengelolaan dan pemimpin. Istilah-istilah tersebut,  memberi pengertian bahwa kepemimpinan adalah kegiatan menuntun, memandu dan menunjukkan jalan menuju tujuan yang diridhai Allah.[7]

B.     Wanita Dalam Pandangan Islam

Pada dasarnya wanita dan  laki-laki  dalam pandangan Islam didudukan secara sama dalam hukum. Uraian ini sangat jelas dalam surah An-Nisa Ayat 1: 
Artinya : “Hai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang  telah menciptakan kamu dari seorang diri dan  daripadanya Alloh menciptakan istrinya dan daripada keduanya lahir menyebarlah banyak pria dan wanita.”
Dan juga sabda Rasulullah SAW “Semua  manusia  adalah  sama, bagaikan gigi-gigi sisir. Tidak ada tuntutan kemuliaan seorang  Arab atas seorang ‘Ajam (bukan Arab), atau seorang  kulit putih  atas  kulit hitam atau seorang  pria  atas seorang wanita, Hanya  ketaqwaan seseorang  yang menjadi pilihan Alloh.”
Akan  tetapi  dalam perspektif yang  lain  wanita didudukan sebagai obyek yang harus  dipimpin  laki-laki, Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa  34
Artinya : “Kaum lelaki itu adalah sebagai pemimpin (pelindung) bagi kaum wanita.”.
Pada ayat diatas bukan berarti  wanita tak mendapat kedudukan yang layak. Wanita dalam  batasan  tertentu  malah  menjadi  sebuah   tonggak negara, dengan peran sertanya dalam mendidik keturunannya.[8]
Wanita juga menempati diri sebagai sang pengayom bagi siapa saja,sehingga dapat  memberikan  ketenangan dan kebahagiaan.  Ungkapan  ini sangat  populer  lewat sebuah hadits yang mengatakan, "surga di bawah telapak kaki ibu"
 Dalam  sistem  Islam, wanita  ditempatkan  dalam  3 kategori besar[9] :
1.      Wanita sebagai Anggota Umat Beriman :
Wanita   sebagai  bagian  tak  terpisahkan  dari   umat mendapat perlakuan yang sma persis dengan  laki-laki. Baik dalam urusan ibadah dan Muamallah, tiada kelebihan laki-laki atas wanita. Dengan demikian wanita mempunyai hak yang sama dalam usaha melakukan perbaikan (ishlah) dalam masyarakat. Dengan peranannya tersebut  wanita menjadi sangat mempunyai arti  penting dalam dimensi spiritual.  Di samping dalam  lingkup spiritual, wanita juga mempunyai peran penting  dalam hal pendidikan anak.
2.      Wanita Sebagai Anggota Keluarga
Kedudukan wanita di keluarga dal.am Islam ditempatkan  sebagai tempat terhormat. Bahkan wanita di rumah tangganya menjadi pilar utama yang akan menopang keberlangsungan keluarga. Kehormatan wanita ini tercermin  dalam  ungkapan hadits :  Seseorang  bertanya kepada  Nabi, pekerjaan apakah yang sangat disenangi Tuhan. Ia  berkata: “ menunaikan shalat  tepat   pada waktunya.” Orang itu melanjutkan : kemudian apa? Nabi bersabda : “ bersikap  murahlah kepada  ayah  dan  ibumu.” Bahkan  dalam  ungkapan hadits yang lain,  yang paling dihormati  di dalam keluarga adalah Ibu, baru  kemudian ayah. Dialah  pendidik dan penanam utama syariat sedari dini kepada  anggota keluarga yang lain. Lebih dari itu, seorang wanita akan menjadi peletak kepemimpinan dan syura dalam keluarga. Dari   sinilah   arti  penting  wanita dalam   proses pendidikan dan sosialisasi dalam keluarga.
3.      Wanita Sebagai Anggota Dalam Masyarakat
Peranan  wanita dalam masyarakat  tidak  terpisahkan dari  keluarga. Perubahan sosial di  masyarakat  tidak akan berlangsung  jika  tidak  terdapat gerakan  dari keluarga. Keterlibatan wanita dalam masyarakat  menurut Darleney May adalah; sebagai agen intelektual,  sebagai agen  ketrampilan masyarakat, sebagai agen  di  bidang politik,  sebagai agen di bidang militer, sebagai  agen di bidang hukum dan di bidang ekonomi.

C.    Hukum Islam Terhadap Kepemimpinan Wanita

Islam tidak melihat adanya penghalang untuk menjadikan wanita sebagai pimpinan untuk urusan urusan yang bersifat khusus, yang memang sesuai dengan tabiat dan kekhususan-kekhususan fitrahnya, yang di situ tidak menuntut tanggung jawab dan peranan yang mempunyai resiko demi kemaslahatan umat dan Negara.[10]
Walaupun demikian kepemimpinan  wanita  merupakan  persoalan pelik yang  sampai  saat ini  terus  menjadi   perbincangan. Lingkup perbincangan  tersebut  bermula  dari tatanan syari'ah [11]yang didasarkan kepada perkataan Rasulullah SAW :
لن يفلح قوم ولواامرأة
Artinya : “bahwa tidak akan beruntung suatu kaum jika kepemimpinan diserahkan kepada wanita.” (HR Bukhari)
Interprestasi  akan Hadits sebagai  sumber  kedua setelah Quran biasanya diletakkan  kepada  persoalan Sanad dan Perawinya. Artinya apakah secara matan  (isi) suatu hadits tersebut bertentangan atau  tidak  dengan Qur'an, atau dapat difahami dengan logika Islam sebagai agama  yang fitrah atau tidak. Kemudian  interprestasi yang  lain  adalah berdasarkan kekuatan  sanad ataupun pembawanya.  Dengan menggunakan  kekuatan  sanad  akan melahirkan  jenis hadist dari  tingkat  Shahih  sampai dloif, mursal bahkan palsu.  
1.      Berbagai Pendapat tentang Kepemimpinan wanita menurut hadits diatas.
a.    Menurut pendapat Yusuf Qardhawy , hadits ini adalah Shahih, sebab periwayatannya  dari Abu  Bakrah  yang  kemudian dikutip  Bukhari. Sedangkan hadits  yang  diriwayatkan oleh Bukhari  termasuk  ke dalam hadist yang  shahih. Sedangkan dari pertimbangan matan, ada  yang difahami secara kontekstual. Pemahaman secara tekstual akan menyimpulkan bahwa haram hukum  wanita menjadi kepala  pemerintahan.  Sedangkan pemahaman secara kontekstual, bahwa  hadits  tersebut berkaitan  dengan diangkatnya  seorang wanita  Persia menjadi  pemimpin meski disekitarnya  terdapat  banyak calon pemimpin  yang memadai,  hanya  karena   hukum kerajaan menghendaki demikian.
b.    Mayoritas ulama ushul melihat bahwa  pertimbangan dengan kaidah keumuman lafazh lebih mengedepan bukan pada  kekhususan sebab  Meski demikian Ibnu Abbas dan Ibnu  Umar  tidak semata-semata  itu, hal ini setidaknya  melihat  dampak dari pemahaman yang demikian dapat menimbulkan kelompok-kelompok seperti  Khawarij  yang   berlebihan dalam agama. Golongan Khawarij dalam menafisrkan ayat maupun  hadits secara tekstual, sehingga menjadikan agama sangat  berat, bahkan sampai mengkafirkan perbedaan pendapat.[12]
c.    Jumhur  ulama sepakat  akan   haramnya   wanita memegang  kekuasan dalam al-wilayatul - kubra  atau  al-imamatul - uzhma (pemimpin  tertinggi ) .    Dimana wanita berperan sebagai pemimpin tertinggi dalam pemerintahan. Sebab dalam  matan   hadits   tersebut terdapat lafadz  " Wallu Amrahum " (Yang Memerintah  Kamu Semua), yang ditafsirkan sebagai Khalifah dalam  sistem politik Islam.  Sekalipun teks hadis ini berupa khabar atau kalimat berita, namun mengandung celaan ( ذم ) atas suatu kaum atau masyarakat yang menyerahkan kekuasaan pemerintahanya kepada seorang wanita berupa ancaman tiadanya keberuntungan atas mereka. Celaan ini merupakan qorinah (indikasi) adanya tuntutan yang bersifat jazm (pasti). Dengan demikian mengangkat wanita sebagai presiden secara pasti hukumnya adalah haram. Ulama  klasik memandang   perlu untuk mengetengahkan hawa hak menjadi khalifah adalah haq laki-laki, bukan wanita. Ini diungkapkanbaik oleh  Al-Ghazali, Al-Mawardi,Ibnu Taimiyyah, Ibnu Khaldun.[13]
Selain hadis di atas jumhur ulama juga memakai dalil dari firman Allah dalam Q.S. Annisa’ ayat 59 yang bunyinya :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul-nya dan ulil amri di antara kamu”
Dalam ayat ini terdapat perintah untuk taat kepada pemimpin dengan menggunakan lafadz ulil amri. Berdasarkan kaidah bahasa arab maka akan difahami bahwa perintah untuk taat kepada pemimpin yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah pemimpin laki-laki. Sebab apabila pemimpin wanita maka seharusnya menggunakan lafadz Uulatul amri.
Perlu  untuk diketahui diantara perkara yang hukumnya dijelaskan oleh syariah islam adalah mengenai syarat-syarat kepala Negara. Syaikh Taqyuddin An-Nabhani Dan Abdul Qdim Zallum Dalam kitab Nizhamul Hukm fi islam, menulis bahwa ada tujuh syarat in’iqad (syarat mutlak) yang harus dipenuhi oleh seorang calon khalifah sebagai kepala negara kaum Muslimin, yaitu: muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu.[14] Ketujuh syarat itu ditetapkan sebagai syarat mutlak calon khalifah lantaran memiliki dalil-dalil yang menunjukan kepastian hokum dari nash-nash syara’.
Mengenai syarat laki-laki, Imam Al Qalqasyandi dalam kitab Maatsirul inafah juz 1/31 mengatakan bahwa syarat sahnya aqad khilafah menurut para fuqoha madzhab syafi’i, yang pertama adalah laki-laki. Tidak terjadi aqad manakala diberikan kepada seorang perempuan.[15]
Inilah tinjauan syara’ terhadap kepemimpinan wanita, yang secara tegas islam mengharamkan wanita untuk menjadi waliyul amri (pemegang tampuk pemerintahan) baik ditingkat kepala Negara maupun perangkat-perangkatnya.

d.      Menurut Gamal A.Badawi, batasan yang diberikan oleh hadist “tidak akan beruntung suatu kaum jika kepemimpinan diserahkan kepada wanita”, tidak terlalu berpengaruh terhadap takdir perempuan ataupun hak-haknya, melainkan dengan berkaitan perbedaan natural dalam pembentukan biologis dan psikologis laki-laki dan perempuan.[16] Lebih lanjut beliau menjelaskan pula bahwa menurut islam, kepala Negara semata-mata tidak sebagai figur. Dia menuntun orang untuk shalat, terutama pada hari jumat dan hari-hari suci menurut islam, dia senantiasa dalam proses pembuatan keputusan yang bertalian dengan keamanan dan ketentraman rakyat-rakyatnya.
e.       Kemudian Imam Thabari mempertegas bahwa walaupun kita menggunakan hadist tadi sebagai dasar hokum, tetapi hanya menyangkut satu masalah khusus, yaitu bahwa perempuan tidak boleh memegang pucuk pimpinan tertinggi Negara, perempuan tidak bisa menjadi khalifah, tetapi selain itu bisa.[17]
Menurut yusuf qardhawy, dalam  batas kepemimpinan  dalam  satu bidang tertentu, yang  tidak menyeluruh dalam masyarakat, wanita berhak mendapatkan itu, seperti dalam kejaksaan, pendidikan bahkan menjadi menteri.[18]
Meski demikian perkembangan  pemikiran  tentang kepemimpinan merupakan hak setiap insan. Pandangan kaum modernis terutama yang diwakili oleh kalangan feminis. Fatimah  Mernisi seorang feminis muslim  asal  Aljazair bahkan  secara radikal menyerang pemahaman  ulama  yang telah membuat fiqh yang diskriminasi kepada  perempuan.
Demikiankah beberapa pendapat yang masih terus berkembang tentang posisi wanita sebagai pemimpin atau sebagai kepala Negara.

2.      Pendapat Empat Imam Madzab  tentang Kepemimpinan Wanita.
a.  Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita tidak berhak menjadi pemimpin, meski dalam lingkup yang lebih terbatas. Sebab, bagaimanapun juga, menjadi pemimpin, baik dengan kekuasaan luas maupun terbatas, pada hakikatnya sama. Yang membedakan hanyalah wilayah kekuasaannya semata. Padahal, Rasulullâh jelas-jelas melarang seorang wanita menjadi pemimpin.
b.  Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita dapat menjadi penguasa dalam urusan harta. Beliau berpandangan, ketika wanita diperbolehkan memberikan kesaksian dalam urusan harta, berarti memberikan keputusan dalam wilayah tersebut juga sudah semestinya diperbolehkan.
Prinsipnya, menurut beliau, setiap orang yang memiliki kredibilitas untuk menengahi-nengahi pertikaian atau persengketaan di antara manusia, (tanpa memandang jenis kelamin, entah laki-laki ataukah perempuan) maka keputusan hukumnya legal dan sah-sah saja, kecuali hal-hal yang memang telah diputuskan oleh ijmak, yaitu masalah kepemimpinan besar (al-imamah al-kubra).[19]
Dengan mempertimbangkan pemahaman normativitas para ulama klasik dan sebagian modern, kenyataan historisitas munculnya sultanah-sulatanah Islam dalam sejarah, kemudian kondisi fisik dan psikis kaum wanita di atas, maka seorang wanita bisa menjadi pemimpin dalam berbagai sektornya. Dalam hal ia menjadi kepala Negara, maka dibolehkan dalam konteks simbolik untuk mempersatukan elemen bangsa. Kepemimpinan wanita dapat dibenarkan asalkan saja tidak melupakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri, karena tugas tersebut tidak dapat digantikan suami maupun pembantu.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kepemimpinan Islam adalah suatu proses atau kemampuan orang lain untuk mengarahkan dan memotivasi tingkah laku orang lain, serta ada usaha kerja sama sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama.
Pada dasarnya wanita dan  laki-laki  dalam pandangan Islam didudukan secara sama dalam hukum. Uraian ini sangat jelas dalam surah An-Nisa yang Artinya : “Hai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang  telah menciptakan kamu dari seorang diri dan  daripadanya Alloh menciptakan istrinya dan daripada keduanya lahir menyebarlah banyak pria dan wanita.”
Dan juga sabda Rasulullah SAW “Semua  manusia  adalah  sama, bagaikan gigi-gigi sisir. Tidak ada tuntutan kemuliaan seorang  Arab atas seorang ‘Ajam (bukan Arab), atau seorang  kulit putih  atas  kulit hitam atau seorang pria atas seorang wanita, Hanya  ketaqwaan seseorang  yang menjadi pilihan Alloh.”
Jumhur  ulama sepakat  akan   haramnya   wanita memegang  kekuasan dalam al-wilayatul-kubra  atau  al-imamatul-uzhma (pemimpin tertinggi). Dimana wanita berperan sebagai pemimpin tertinggi dalam pemerintahan. Sebab dalam  matan   hadits   tersebut terdapat lafadz  "Wallu Amrahum" (Yang Memerintah  Kamu Semua), yang ditafsirkan sebagai Khalifah dalam  sistem politik Islam.
Kemudian Imam Thabari mempertegas bahwa walaupun kita menggunakan hadist tadi sebagai dasar hukum, tetapi hanya menyangkut satu masalah khusus, yaitu bahwa perempuan tidak boleh memegang pucuk pimpinan tertinggi Negara, perempuan tidak bisa menjadi khalifah, tetapi selain itu bisa.
Menurut yusuf qardhawy, dalam  batas kepemimpinan  dalam  satu bidang tertentu, yang  tidak menyeluruh dalam masyarakat, wanita berhak mendapatkan itu, seperti dalam kejaksaan, pendidikan bahkan menjadi menteri.
17
Demikiankah beberapa pendapat yang masih terus berkembang tentang posisi wanita sebagai pemimpin atau sebagai kepala Negara.
Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa wanita tidak berhak menjadi pemimpin, meski dalam lingkup yang lebih terbatas. Sebab, bagaimanapun juga, menjadi pemimpin, baik dengan kekuasaan luas maupun terbatas, pada hakikatnya sama. Yang membedakan hanyalah wilayah kekuasaannya semata. Padahal, Rasulullâh jelas-jelas melarang seorang wanita menjadi pemimpin.
Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita dapat menjadi penguasa dalam urusan harta. Beliau berpandangan, ketika wanita diperbolehkan memberikan kesaksian dalam urusan harta, berarti memberikan keputusan dalam wilayah tersebut juga sudah semestinya diperbolehkan.  

DAFTAR PUSTAKA

Fakih Ainur Rohim, dk. 2001. Kepemimpinan Islam.Yogyakarta.: UII Press
Muhammad bin Abdullah Sulaiman Arafah.1994. Hak Dan Peran Aktif Wanita Muslimah. Solo: Hazanah Ilmu cet 1.
      Nata Abuddin. 2003.Masail Al Fiqhiyah. Jakarta. Prenada Media.
Zahrah Abu Muhammad, 1996, Aliran Politik dan  Aqidah Dalam Islam. Jakarta : Logos
Tinjauan Syariah Tentang Presiden Wanita. www.angelfire.com
Haramnya Presiden Wanita Bukan Khilafiyah, Buletin Assalam, www.isnet.org
http://sandal.heck.in/kepemimpinan-wanita-menurut-pandangan-is.xhtml


[1] Aunur Rohim Fakih, dk., 2001, Kepemimpinan Islam, hal 2

[2]H. Abuddin Nata. Masail Al Fiqhiyah. hal 124  
[3] Maksudnya: perlindungan yang ditetapkan Allah dalam Al Quran dan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Islam atas mereka.

4Yakni: ditimpa kehinaan, kerendahan, dan kemurkaan dari Allah.
[5]Yakni: kekafiran dan pembunuhan atas Para nabi-nabi.
[6] H. Abuddin Nata. Masail Al Fiqhiyah. hal 124
[7]Aunur Rohim Fakih, dk., 2001, Kepemimpinan Islam, hal 4-5
[8]Hibbah Rauf Izzat, Wanita dan Politik pandangan Islam .http://rumaysho.com
[9] Muhammad bin Abdullah Sulaiman Arafah.Hak Dan Peran Aktif Wanita Muslimah. hal 220
[10] Ibid ,..
[11] Tinjauan Syariah Tentang Presiden Wanita. www.angelfire.com
[12] Abu Zahrah Muhammad, Aliran Politik dan  Aqidah Dalam Islam, hal 26
[13] Muhammad Azhar,  Filsafat  Politik: Perbandingan   Islam  dan  Barat, hal 76
[14] Haramnya Presiden Wanita Bukan Khilafiyah, Buletin Assalam, www.isnet.org.
[15] Ibid,..
[16] Tinjauan Syariah Tentang Presiden Wanita. www.angelfire.com
[17] Ibid,...
[18] Muhammad bin Abdullah Sulaiman Arafah.Hak Dan Peran Aktif Wanita Muslimah. hal 230
[19] Kepemimpinan Wanita Menurut Pandangan Islam, http://sandal.heck.in/kepemimpinan-wanita-menurut-pandangan-is.xhtml, diakses hari Rabu, 15-02-2013 jam 15:52